Kesesatan Aqidah Hulul Dan Wahdahtul Wujud

Kesesatan Aqidah Hulul Dan Wahdahtul Wujud. kedua aqidah ini sama sekali bukan merupakan dasar aqidah kaum sufi dan bukan merupakan dari aqidah islam.

Penjelasan Kesesatan Aqidah Hulul Dan Wahdahtul Wujud | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA


Dalam tinjauan al-Hafiszh as-Suyuthi, keyakinan hulul, ittihad atau wahdatul wujud secara historis awal mulanya berasal dari kaum Nasroni. Mereka meyakini bahwa Tuhan menyatu dengan nabi Isa Alaihissalaam, dalam pendapat mereka yang lain menyatu dengan nabi Isa dan ibunya; Maryam sekaligus. 

Hulul dan wahdatul wujud ini sama sekali bukan berasal dari ajaran Islam. Bila kemudian ada beberapa orang yang mengaku sufi meyakini dua aqidah tersebut atau salah satunya, jelas ia seorang sufi gadungan. Para ulama, baik ulama Salaf maupun Khalaf dan kaum sufi sejati dan hingga sekarang telah sepakat dan terus memerangi dua aqidah tersebut. (Lihat as-Suyuthi, al-Hâwî Li al-Fatâwî, j. 2, hlm. 130, pembahasan lebih luas tentang keyakinan kaum Nasrani dalam teori hulul dan Ittihad lihat as-Syahrastani, al-Milal Wa al-Nihal, hlm. 178-183).

Al Imam al-Hâfizh Jalaluddin as-Suyuthi menilai bahwa seorang yang berkeyakinan hulul atau wahdatul wujud jauh lebih buruk dari pada keyakinan kaum Nasroni. Karena bila dalam keyakinan Nasrani Tuhan meyatu dengan nabi Isa atau dengan Maryam sekaligus (yang mereka sebut dengan doktrin trinitas), maka dalam keyakinan hulul dan wahdatul wujud, Tuhan menyatu dengan manusia-manusia tertentu, atau menyatu dengan setiap komponen dari alam ini. Demikian pula dalam penilaian Imam al-Ghazali, jauh sebelum Imam as-Suyuthi, beliau sudah membahas secara gamblang kesesasatan dua aqidah ini. Dalam pandangan beliau, teori yang diyakini kaum Nasrani bahwa al-lâhût (Tuhan) menyatu dengan al-nâsût (makhluk), yang kemudian diadopsi oleh faham hulul dan ittihad adalah kesesatan dan kekufuran. 

Di antara karya al-Ghazali yang cukup komprehensif dalam penjelasan kesesatan faham hulul dan ittihad adalah al-Munqidz Min adl-Dlalâl dan al-Maqshad al-Asnâ Fî Syarh Asmâ’ Allah al-Husnâ. Dalam dua buku ini beliau telah menyerang habis faham-faham kaum sufi gadungan yang berkeyakinan dua akidah sesat di atas. Termasuk juga dalam karya fenomenalnya; Ihyâ ‘Ulumiddîn. 

Imam al-Haramain dalam kitab al-Irsyâd juga menjelaskan bahwa keyakinan ittihad berasal dari kaum Nasrani. Kaum Nasroni berpendapat bahwa ittihad hanya terjadi hanya pada nabi Isa Alaihissalam, tidak pada nabi-nabi yang lain. Kemudian tentang teori hulul dan ittihad ini kaum Nasrani sendiri berbeda pendapat, sebagain dari mereka menyatakan bahwa yang menyatu dengan tubuh nabi Isa adalah sifat-sifat ketuhanan. Pendapat lainnya mengatakan bahwa dzat tuhan menyatu yaitu dengan melebur pada tubuh nabi Isa laksana air yang bercampur dengan susu. Selain ini ada pendapat-pendapat mereka lainnya. 

Semua pendapat mereka tersebut secara garis besar memiliki pemahaman yang sama, yaitu pengertian kesatuan (hulul dan ittihad). Dan semua faham-faham tersebut diyakini secara pasti oleh para ulama Islam sebagai kesesatan. (Lihat as-Suyuthi, al-Hâwî, j. 2, hlm. 130, mengutip dari Imam al-Haramain dalam al-Irsyâd).

Imam al-Fakh ar-Razi dalam kitab al-Mahshal Fî Ushûliddîn, menuliskan sebagai berikut: “Sang Pencipta (Allah) tidak menyatu dengan lain-Nya. Karena bila ada sesuatu bersatu dengan sesuatu yang lain maka berarti sesuatu tersebut menjadi dua, bukan lagi satu. Lalu jika keduanya tidak ada atau menjadi hilang (ma’dûm) maka keduanya berarti tidak bersatu. Demikian pula bila salah satunya tidak ada (ma’dûm) dan satu lainnya ada (maujûd) maka berarti keduanya tidak bersatu, karena yang ma’dûm tidak mungkin bersatu dengan yang maujûd” (as-Suyuthi, al-Hâwî…, j. 2, hlm. 130, mengutip dari al-Fakh ar-Razi dalam al-Mahshal Fi Ushûl al-Dîn). 

Al-Qâdlî Iyadl dalam kitab asy-Syifâ Bi Ta’rif Huqûq al-Musthafâ, j. 2,hlm. 236, menyatakan bahwa seluruh orang Islam telah sepakat dalam meyakini kesesatan aqidah hulul dan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah menyatu dengan tubuh manusia.

Keyakinan-keyakinan semacam ini, dalam tinjauan al-Qâdlî Iyadl tidak lain hanya datang dari orang-orang sufi gadungan, kaum Bathiniyyah, Qaramithah, dan kaum Nasrani. Dalam kitab tersebut al-Qâdlî Iyadl menuliskan: 

“Seorang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, atau berkeyakinan bahwa Allah adalah benda, maka dia tidak mengenal Allah (kafir) seperti orang-orang Yahudi. Demikian pula telah menjadi kafir orang yang berkeyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-makhluk-Nya (hulul), atau bahwa Allah berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain seperti keyakinan kaum Nasrani” 

(asy-Syifâ, j. 2, hlm. 236). 

Imam Taqiyyuddin Abu Bakr al-Hishni dalam Kifâyah al-Akhyâr, j. 1, hlm. 198, mengatakan bahwa kekufuran seorang yang berkeyakinan hulul dan wahdatul wujud lebih buruk dari pada kekufuran orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Kaum Yahudi menyekutukan Allah dengan mengatakan bahwa ‘Uzair sebagai anak-Nya. Kaum Nasrani menyekutukan Allah dengan mengatakan bahwa Isa dan Maryam sebagai tuhan anak dan tuhan Ibu; yang oleh mereka disebut dengan doktrin trinitas. 

Sementara pengikut akidah hulul dan wahdatul wujud meyakini bahwa Allah menyatu dengan dzat-dzat makhluk-Nya. Artinya dibanding Yahudi dan Nasrani, pemeluk aqidah hulul dan wahdatul wujud memiliki lebih banyak tuhan; tidak hanya satu atau dua saja, karena mereka menganggap bahwa setiap komponen dari alam ini merupakan bagian dari Dzat Allah, Na’udzu Billâh. 

Imam al-Hishni menyatakan bahwa siapapun yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk memerangi akidah hulul dan aqidah wahdatul wujud maka ia memiliki kewajiban untuk mengingkarinya dan menjauhkan orang-orang Islam dari kesesatan-kesesatan dua aqidah tersebut.

Imam as-Sayyid Ahmad ar-Rifa’i al-Kabir, perintis tarekat ar-Rifa’iyyah, di antara wasiat yang disampaikan kepada para muridnya adalah sebagai berikut: 

“Majelis kita ini suatu saat akan berakhir, maka yang hadir di sini hendaklah menyampaikan kepada yang tidak hadir bahwa barang siapa yang membuat bid’ah di jalan ini, merintis sesuatu yang baru yang menyalahi ajaran agama, berkata-kata dengan wahdatul wujud, berdusta dengan keangkuhannya kepada para makhluk Allah, sengaja berkata-kata syathahât, melucu dengan kalimat-kalimat tidak dipahaminya yang dikutip dari kaum sufi, merasa senang dengan kedustaannya, berkhalwat dengan perempuan asing tanpa hajat yang dibenarkan syari’at, tertuju pandangannya kepada kehormatan kaum muslimin dan harta-harta mereka, membuat permusuhan antara para wali Allah, membenci orang muslim tanpa alasan yang dibenarkan syari’at, menolong orang yang zhalim, menghinakan orang yang dizhalimi, mendustakan orang yang jujur, membenarkan orang yang dusta, berprilaku dan berkata-kata seperti orang-orang yang bodoh, maka saya terbebas dari orang semacam ini di dunia dan di akhirat”. 

(Lihat Sawâd al-‘Aynain Fî Manâqib Abî al-‘Alamayn karya Imam as-Suyuthi). 

Al-Qâdlî Abu al-Hasan al-Mawardi mengatakan bahwa seorang yang berpendapat hulul dan ittihad bukan seorang muslim yang beriman dengan syari’at Allah. Seorang yang berkeyakinan hulul ini tidak akan memberikan manfa’at pada dirinya sekalipun ia berkoar membicakaran aqidah tanzih. Karena seorang yang mengaku Ahl at-Tanzîh namun ia meyakini aqidah hulul atau ittihad adalah seorang mulhid (kafir). 

Dalam tinjauan al-Mawardi, bukan suatu yang logis bila seseorang mengaku ahli tauhid sementara itu ia berkeyakinan bahwa Allah menyatu pada raga manusia. Sama halnya pengertian bersatu di sini antara sifat-sifat tuhan dengan sifat-sifat manusia, atau dalam pengartian melebur antara dua dzat; Dzat Allah dengan dzat makhluk-Nya. Karena bila demikian maka berarti tuhan memiliki bagian - bagian, permulaan dan penghabisan, serta memiliki sifat-sifat makhluk lainnya (al-Hâwî, j. 2, hlm. 132). 

Al-Hâfizh as-Suyuthi dalam kutipannya dari kitab Mi’yâr al-Murîdîn, berkata: 

“Ketahuilah bahwa asal kemunculan kelompok sesat dari orang-orang yang berkeyakinan ittihad dan hulul adalah akibat dari kedangkalan pemahaman mereka terhadap pokok-pokok keyakinan (al-Ushûl) dan cabang-cabangnya (al-Furû’). Dalam pada ini telah banyak atsar yang membicarakan untuk menghindari seorang ahli ibadah (‘Âbid) yang bodoh. Seorang yang tidak berilmu tidak akan mendapatkan apapun dari apa yang ia perbuatnya, dan orang semacam ini tidak akan berguna untuk melakukan sulûk” 

(al-Hâwî, j. ;2, hlm. 133). 

Seorang sufi kenamaan, Imam Sahl ibn Abdullah at-Tustari, berkata: 

“Dalil atas kesesatan faham kasatuan (ittihad) antara manusia dengan Tuhan adalah karena bersatunya dua dzat itu sesuatu yang mustahil. Dua dzat manusia saja, misalkan, tidak mungkin dapat disatukan karena adanya perbedaan-perbedaan di antara keduanya. Terlebih lagi antara manusia dengan Tuhan, sangat mustahil. Karena itu keyakinan ittihad adalah sesuatu yang batil dan mustahil, ia tertolak secara syara’ juga secara logika. Oleh karenanya kesesatan aqidah ini telah disepakati oleh para nabi, para wali, kaum sufi, para ulama dan seluruh orang Islam. Keyakinan ittihad ini sama sekali bukan keyakinan kaum sufi. Keyakinan ia datang dari mereka yang tidak memahami urusan agama dengan benar, yaitu mereka yang menyerupakan dirinya dengan kaum Nasrani yang meyakini bahwa al-nasut (nabi Isa) menyatu dengan al-lahut (Tuhan)” (al-Hâwî, j. 2, h.134). 

Dalam tinjauan Imam al-Ghazali, dasar keyakinan hulul dan ittihad adalah sesuatu yang tidak logis. Kesatuan antara Tuhan dengan hamba-Nya, dengan cara apapun adalah sesuatu yang mustahil, baik kesatuan antara dzat dengan dzat, maupun kesatuan antara dzat dengan sifat. Dalam pembahasan tentang sifat-sifat Allah, al-Ghazali menyatakan memang ada beberapa nama pada hak Allah yang secara lafazh juga dipergunakan pada makhluk. Namun hal ini hanya keserupaan dalam lafazhnya saja, adapun secara makna jelas berbeda. Sifat Hayât (hidup), misalkan, walaupun dinisbatkan kepada Allah dan juga kepada manusia, namun makna masing-masing sifat tersebut berbeda. Sifat hayat pada hak Allah bukan dengan ruh, tubuh, darah, daging, makanan, minuman dan lainnya. Sifat hayat Allah tidak seperti sifat hayat pada manusia. 

Imam al-Ghazali menuliskan bahwa manusia diperintah untuk berusaha meningkatkan sifat-sifat yang ada pada dirinya supaya mencapai kesempurnaan. Namun demikian bukan berarti bila ia telah sempurna maka akan memiliki sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah. Hal ini sangat mustahil dengan melihat kepada beberapa alasan berikut; 

Pertama; Mustahil sifat-sifat Allah yang Qadîm (tidak bermula) berpindah kepada dzat manusia yang hâdits (Baru), sebagaimana halnya mustahil seorang hamba menjadi Tuhan karena perbedaan sifat-sifat dia dengan Tuhan-nya. 

Kedua; Sebagaimana halnya bahwa sifat-sifat Allah mustahil berpindah kepada hamba-Nya, demikian pula mustahil dzat Allah menyatu dengan dzat hamba-hamba-Nya. 

Dengan demikian maka pengertian bahwa seorang manusia telah sampai pada sifat-sifat sempurna adalah dalam pengertian kesempurnaan sifat-sifat manusia itu sendiri. Bukan dalam pengertian bahwa manusia tersebut memiliki sifat-sifat Allah atau bahwa dzat Allah menyatu dengan manusia tersebut (hulul dan ittihad). (Lihat al-Ghazali, al-Maqshad al-Asnâ, hlm. 134-139). 

Oleh karena itu ungkapan-ungkapan buruk semacam; “hendaklah engkau bersifat seperti sifat-sifat Allah”, atau “hendaklah engkau berakhlak separti akhlak Allah” adalah ungkapan yang wajib kita hindari. Karena sama sekali tidak ada keserupaan antara sifat yang ada pada makluk dengan sifat-sifat Allah. Al-’Ârif Billâh al-‘Allâmah Abu al-Huda ash-Shayyadi dalam kitab al-Kawkab al-Durry Fi Syarh Bait al-Quthb al-Kabir, hlm. 11-12, berkata: “Barang siapa berkata: “Saya adalah Allah”, atau berkata: “Tidak ada yang wujud di alam ini kecuali Allah”, atau berkata: “Tidak ada yang ada kecuali Allah”, atau berkata: “Segala sesuatu ini adalah Allah”, atau semacam ungkapan-ungkapan tersebut, jika orang ini berakal, dan dalam keadaan sadar (shâhî), serta dalam keadaan mukallaf maka ia telah menjadi kafir. Tentang kekufuran orang semacam ini tidak ada perbedaan pendapat di antara orang-orang Islam. Keyakinan tersebut telah jelas-jelas menyalahi al-Qur’an. Karena dengan meyakini bahwa segala sesuatu adalah Allah berarti ia telah menafikan perbedaan antara Pencipta (Khâliq) dan makhluk, menafikan perbedaan antara rasul dan umatnya yang menjadi obyek dakwah, serta menafikan perbedaan surga dan neraka. Keyakinan semacam ini jelas lebih buruk dari mereka yang berkeyakinan hulul dan ittihad. Dasar mereka yang beraqidah hulul atau ittihad meyakini bahwa Allah meyatu dengan nabi Isa. 

Sementara yang berkeyakinan segala sesuatu adalah Allah, berarti ia menuhankan segala sesuatu dari makhluk Allah ini, termasuk makhluk-makhluk yang najis dan yang menjijikan. Sebagian mereka yang berkeyakinan buruk ini bahkan berkata:

(قيل) وَمَا الكَلْبُ وَالخِنْزِيْرُ إلا إلَهُنَا # وَمَا الله إلا رَاهِبٌ فِي كَنِيْسَةٍ

“Tidaklah anjing dan babi kecuali sebagai tuhan kita, sementara Allah tidak lain adalah rahib yang ada di gereja”.

Ini jelas merupakan kekufuran yang sangat mengerikan dan membuat merinding tubuh mereka yang takut kepada Allah. Adapun jika seorang yang berkata-kata semacam demikian itu dalam keadaan hilang akal dan hilang perasaannya (jadzab) sehingga ia berada di luar kesadarannya maka ia tidak menjadi kafir. Karena bila demikian maka berarti ia telah keluar dari ikatan taklif, dan dengan begitu ia tidak dikenakan hukuman. 

Namun demikian orang semacam itu mutlak tidak boleh diikuti. Tidak diragukan bahwa kata-kata semacam di atas menyebabkan murka Allah dan rasul-Nya. Ketahuilah bahwa kaum Yang Haq adalah mereka yang tidak melenceng sedikitpun, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan, dari ketentuan syari’at. Cukuplah bagi seseorang untuk memegang teguh syari’at, dan cukuplah Rasulullah sebagai pembawa syari’at adalah sebaik-baiknya Imam dan teladan yang harus diikuti”. 

Dalam al-Luma’, hlm. 541-542, Imam as-Sarraj membuat satu sub judul dengan nama “Bâb Fî Dzikr Ghalath al-Hulûliyyah” (Bab dalam menjelaskan kesesatan kaum Hululiyyah). Beliau menjelaskan bahwa orang-orang yang beraqidah hulul adalah orang yang tidak memahami bahwa sebenarnya sesuatu dapat dikatakan bersatu dengan sesuatu yang lain maka mestilah keduanya sama-sama satu jenis. Padahal Allah tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya, dan tidak ada suatu apapun yang menyerupai-Nya. Kesesatan kaum hulul ini sangat jelas, mereka tidak membedakan antara sifat-sifat al-Haq (Allah) dengan sifat al-Khalq (makhluk). Bagaimana mungkin Dzat Allah menyatu dengan hati atau raga manusia?! Yang menyatu dengan hati dan menetap di dalamnya adalah keimanan kepada-Nya, menyakini kebenaran-Nya, mentauhidkan-Nya dan ma’rifah kepada-Nya. Sesungguhnya hati itu adalah makhluk, maka bagaimana mungkin Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya akan bersatu dengan hati manusia yang notabene makhluk-Nya sendiri?! Allah maha Suci dari pada itu semua. 

Dari pernyataan para ulama sufi di atas tentang aqidah hulul dan wahdatul wujud dapat kita tarik kesimpulan bahwa kedua aqidah ini sama sekali bukan merupakan dasar aqidah kaum sufi dan bukan merupakan bagian dari aqidah Islam.

_Wa Allâh A’lam Bi ash-Shawâb. Wa al-Hamdu Lillâh Rabb al-‘Âlamîn

COMMENTS

Nama

AjaranNU,13,Akidah,13,AmaliyahNU,9,Antihoax,8,Bandengan,3,Banom,25,Banser,5,Bapangan,2,Bulu,2,Demaan,3,Fatayat,7,Gpansor,6,Haji,1,Hikmah,19,Internasional,16,IPNU IPPNU,9,Jatman,3,Jepara,39,Jobokuto,2,JQH,6,Kajian,32,Karangkebagusan,1,Kauman,1,Kedungcino,3,Keislaman,36,Kuwasen,3,Lakpesdam NU,1,LAZISNU,1,LBMNU,2,LDNU,11,LESBUMI,1,LFNU,1,LKNU,2,LPBHNU,1,LPNU,5,LTMNU,3,LWPNU,1,Maarif,11,Mulyoharjo,1,Muslimat,9,MWCNU,23,Nasional,39,News,83,NU,36,NUabad21,9,NUDunia,10,Pagarnusa,1,Panggang,1,Pendidikan,11,Pengkol,1,Potroyudan,1,RMI,8,Saripan,3,SejarahNU,9,Tokoh,9,Ujungbatu,1,Wonorejo,3,Ziarah,13,
ltr
item
MWC NU Jepara: Kesesatan Aqidah Hulul Dan Wahdahtul Wujud
Kesesatan Aqidah Hulul Dan Wahdahtul Wujud
Kesesatan Aqidah Hulul Dan Wahdahtul Wujud. kedua aqidah ini sama sekali bukan merupakan dasar aqidah kaum sufi dan bukan merupakan dari aqidah islam.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCj4GzXzcUNebr7-jHM957Nc_ilfwOribQ9-1-BxfFuYYKQKQclIJlchKC_n-zgKb7CUEEjgUnAuWuhS87k7ev7FkB7OuJ5eNifXQy-LzLbJbXqocAxW_idV2PhmZU62ACkB94DHdGYU9zZx6iAM2VbSssW6Fc21-ev2rdP7Z6RCguYJZzN-Inm9fqZT8/w640-h366/hulul.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCj4GzXzcUNebr7-jHM957Nc_ilfwOribQ9-1-BxfFuYYKQKQclIJlchKC_n-zgKb7CUEEjgUnAuWuhS87k7ev7FkB7OuJ5eNifXQy-LzLbJbXqocAxW_idV2PhmZU62ACkB94DHdGYU9zZx6iAM2VbSssW6Fc21-ev2rdP7Z6RCguYJZzN-Inm9fqZT8/s72-w640-c-h366/hulul.jpg
MWC NU Jepara
https://www.mwcnujepara.com/2023/11/kesesatan-aqidah-hulul-dan-wahdahtul-wujud.html
https://www.mwcnujepara.com/
https://www.mwcnujepara.com/
https://www.mwcnujepara.com/2023/11/kesesatan-aqidah-hulul-dan-wahdahtul-wujud.html
true
3557243800941901703
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy