Perbedaannya hanya di antara keduanya ada dalam sebagian kecil permasalahan furu’ (cabang dan bukan prinsip) akidah. Perbedaan antara akidah Asy’ariyah dan akidah Maturidiyah adalah sebagaimana perbedaan pendapat yang terjadi di masa sahabat.
Akidah umat islam di dunia adalah mayoritas Asy'ariyah dan maturidiyah. Keduanya sama namun ada sedikit perbedaan. Kedua Imam Akidah ini disebut Masyoritas Jamaah Ahlussunnah wal Jamaah. Asy'ariyah dan Maturidiyah disebut Ahlussunnah Wal Jama’ah dikarenakan dalam prinsip akidah mempunyai kesamaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Akidah Asy’ariyah adalah sama dengan Akidah Maturidiyah dan Akidah Maturidiyah adalah sama dengan Akidah Asy’ariyah.
Perbedaannya hanya di antara keduanya ada dalam sebagian kecil permasalahan furu’ (cabang dan bukan prinsip) akidah. Perbedaan antara akidah Asy’ariyah dan akidah Maturidiyah adalah sebagaimana perbedaan pendapat yang terjadi di masa sahabat. Di antara perbedaannya adalah sebagai berikut:
Asy’ariyah mengatakan bahwa at-takwin adalah atsar (pengaruh) dari sifat Qudrah Allah yang azali, sedangkan Maturidiyyah berpendapat at Takwin adalah salah satu sifat Allah yang azali. Perbedaan ini tidak terlalu signifikan, perbedaan antara imam keduanya dalam hal ini adalah hanya terletak dalam cara pengungkapannya saja, namun secara substansinya hal ini tidak berbeda. Baik Imam Asy’ariyah maupun Imam Maturidiyah bersepakat bahwa sifat dzat Allah seluruhnya azali dan abadi (tidak ada per-mula-an dan tidak ada akhirnya).
Seluruhnya mayoritas Asy’ariyah berpendapat bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah sifat yang tetap pada dzat Allooh pada azal, tetapi at-takwin adalah atsar (pengaruh) daripada sifat qudroh Allooh Ta’ala yang azali. Sebab dengan sifat qudroh-Nya, Allooh menciptakan makhluk dan juga meniadakannya. Sedangkan mayoritas Maturidiyah berpendapat bahwa sifat at-takwin sebagaimana juga sifat ad-dzat adalah azaliyah/qadimah. Pendapat ini juga disepakati oleh imam Abu Hanifah dan juga imam al Bukhari.
Abu Hanifah dalam kitab al fiqh al akbar mengatakan:
والْفِعْلُ- صِفَتُهُ- فِي- اْلأَزَل-، وَاْلمَفْعُوْل- مَخْلُوْقٌ-، وَفِعْلُ- اللهِ تَعَالَى- غَيْرُ- مَخْلُوْقٍ
“Dan perbuatan Allooh adalah sifatnya pada azal sedangkan obyek yang dibuatnya adalah makhluk, perbuatan Allooh bukan makhluk”
Al-Bukhari dalam kitab shohihnya dalam kitab "at-tauhid" mengatakan:
-بَاب- مَا- جَاء- فِي- تَخْلِيْق- السَّمَوَات- وَاْلأَرْض- وَغَيْرِهِمَا- مِنَ اْلخَلَائِق- وَهُوَ- فِعْلُ- الرَّبّ- تَبَارَك- وَتَعَالَى- وَأَمْرُه- فَالرَّبّ--بِصِفَاتِه وَفِعْلِه- وَأَمْرِه -وَهُوَ- الْخَالِق- اْلمُكَوِّن- غَيْر- مَخْلُوْق- ، وَمَا- كَان - بِفِعْلِه- وَأَمْرِه- وَتَخْلِيْقِه- وَتَكْوِيْنِه- فَهُو- مَفْعُوْل- مَخْلُوْقٌ مُكَوَّنٌ
“Bab tentang hadits-hadits yang menerangkan penciptaan langit dan bumi dan makhluk lainnya bahwa hal itu adalah perbuatan Tuhan tabaraka wata’ala dan amrnya, Tuhan dengan sifat-sifatNya dan perbuatannya dan amrnya adalah pencipta bukan makhluk, sedangkan sesuatu yang terjadi dengan perbuatan, amar dan penciptaannya adalah obyek yang diciptakan dan makhluk”
Ada juga sebagian orang yang mengira bahwa pendapat sifat at-takwin Allooh itu azaliy sebagaimana dikatakan oleh Imam Maturidiyyah yang berimplikasi kepada pendapat yang mengatakan bahwa sifat makhluq yang diciptakan juga azaliyah, jelas ini sebuah kekeliruan yang Fatal. Sebab menciptakan dan juga mengadakan adalah sifat Al-Kholiq (Allooh) bukanlah sifat makhluq. Dan bahwa makhluq itu menjadi ada dengan penciptaan Allooh.
Menurut Asy’ariyah al amnu min makrillah artinya apabila seseorang mengikat dalam hatinya perasaan bahwa Allooh tidak akan mengadzabnya, tetapi Allooh akan merahmatinya padahal dia mengetahui bahwa dirinya terus menerus melakukan dosa. Sedangkan al yaksu min rahmatillah menurut mereka artinya adalah apabila seseorang mengikat perasaan dalam hatinya bahwa
Allooh tidak mengampuni dan tidak merahmatinya.
Berbeda dengan Maturidiyah, mereka mengatakan bahwa al amnu min makrillah artinya apabila seseorang merasa aman dari adzab Allooh karena prasangkanya bahwa Allooh tidak mampu untuk menyiksanya dan tidak mampu melaksanakan ancamannya. Sedangkan al ya’su min rahmatillah menurut mereka adalah apabila seseorang berputus asa terhadap rahmat Allooh karena prasangkanya bahwa Allooh tidak mampu untuk merahmatinya.
Perbedaan antara kedua golongan ini apabila diperhatikan dengan seksama, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara keduanya adalah pada definisi tentang al amnu min makrillah dan al iyas min rahmatillah tidak pada substansinya. Artinya, apabila Asy’ariyah mendefinisikan keduanya seperti definisi Maturidiyah maka mereka akan berpendapat seperti pendapat Maturidiyah, bahwa hukumnya kufur. Sebaliknya, apabila Maturidiyah mendefinisikan kedua masalah tersebut dengan definisi Asy’ariyah tentu mereka akan berpendapat sama dengan Asy’ariyah bahwa hukumnya dosa besar dan bukan kufur.
Perbedaannya hanya di antara keduanya ada dalam sebagian kecil permasalahan furu’ (cabang dan bukan prinsip) akidah. Perbedaan antara akidah Asy’ariyah dan akidah Maturidiyah adalah sebagaimana perbedaan pendapat yang terjadi di masa sahabat. Di antara perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Sifat at-Takwin
Sifat at-takwin / sifat al-fi’li menjadi perbedaan diantara kedua Imam besar sepanjang zaman ini. Sifat At-Takwin yaitu sifat-sifat yang Allooh disifati dengannya dan juga dengan sifat-sifat yang kebalikannya, misalnya ihya’ (menghidupkan) dan imatah (mematikan), is’ad (memberikan kebahagian) dan isyqa’ (memberikan kecelakaan) dan seterusnya.Asy’ariyah mengatakan bahwa at-takwin adalah atsar (pengaruh) dari sifat Qudrah Allah yang azali, sedangkan Maturidiyyah berpendapat at Takwin adalah salah satu sifat Allah yang azali. Perbedaan ini tidak terlalu signifikan, perbedaan antara imam keduanya dalam hal ini adalah hanya terletak dalam cara pengungkapannya saja, namun secara substansinya hal ini tidak berbeda. Baik Imam Asy’ariyah maupun Imam Maturidiyah bersepakat bahwa sifat dzat Allah seluruhnya azali dan abadi (tidak ada per-mula-an dan tidak ada akhirnya).
Seluruhnya mayoritas Asy’ariyah berpendapat bahwa sifat-sifat tersebut bukanlah sifat yang tetap pada dzat Allooh pada azal, tetapi at-takwin adalah atsar (pengaruh) daripada sifat qudroh Allooh Ta’ala yang azali. Sebab dengan sifat qudroh-Nya, Allooh menciptakan makhluk dan juga meniadakannya. Sedangkan mayoritas Maturidiyah berpendapat bahwa sifat at-takwin sebagaimana juga sifat ad-dzat adalah azaliyah/qadimah. Pendapat ini juga disepakati oleh imam Abu Hanifah dan juga imam al Bukhari.
Abu Hanifah dalam kitab al fiqh al akbar mengatakan:
والْفِعْلُ- صِفَتُهُ- فِي- اْلأَزَل-، وَاْلمَفْعُوْل- مَخْلُوْقٌ-، وَفِعْلُ- اللهِ تَعَالَى- غَيْرُ- مَخْلُوْقٍ
“Dan perbuatan Allooh adalah sifatnya pada azal sedangkan obyek yang dibuatnya adalah makhluk, perbuatan Allooh bukan makhluk”
Al-Bukhari dalam kitab shohihnya dalam kitab "at-tauhid" mengatakan:
-بَاب- مَا- جَاء- فِي- تَخْلِيْق- السَّمَوَات- وَاْلأَرْض- وَغَيْرِهِمَا- مِنَ اْلخَلَائِق- وَهُوَ- فِعْلُ- الرَّبّ- تَبَارَك- وَتَعَالَى- وَأَمْرُه- فَالرَّبّ--بِصِفَاتِه وَفِعْلِه- وَأَمْرِه -وَهُوَ- الْخَالِق- اْلمُكَوِّن- غَيْر- مَخْلُوْق- ، وَمَا- كَان - بِفِعْلِه- وَأَمْرِه- وَتَخْلِيْقِه- وَتَكْوِيْنِه- فَهُو- مَفْعُوْل- مَخْلُوْقٌ مُكَوَّنٌ
“Bab tentang hadits-hadits yang menerangkan penciptaan langit dan bumi dan makhluk lainnya bahwa hal itu adalah perbuatan Tuhan tabaraka wata’ala dan amrnya, Tuhan dengan sifat-sifatNya dan perbuatannya dan amrnya adalah pencipta bukan makhluk, sedangkan sesuatu yang terjadi dengan perbuatan, amar dan penciptaannya adalah obyek yang diciptakan dan makhluk”
Ada juga sebagian orang yang mengira bahwa pendapat sifat at-takwin Allooh itu azaliy sebagaimana dikatakan oleh Imam Maturidiyyah yang berimplikasi kepada pendapat yang mengatakan bahwa sifat makhluq yang diciptakan juga azaliyah, jelas ini sebuah kekeliruan yang Fatal. Sebab menciptakan dan juga mengadakan adalah sifat Al-Kholiq (Allooh) bukanlah sifat makhluq. Dan bahwa makhluq itu menjadi ada dengan penciptaan Allooh.
2. Hukum Al Amnu wa al-iyas
Perbedaan kedua antara Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah tentang al amnu min makrillah dan al iyas min rahmatillah. Menurut Imam Asy’ariyah, orang yang berbuat/melakukan-nya akan terjerumus pada perbuatan dosa besar saja, sedangkan Imam Maturidiyah berpendapat bahwa keduanya dapat mengeluarkan pelakunya dari Agama Islam, yakni kufur.Menurut Asy’ariyah al amnu min makrillah artinya apabila seseorang mengikat dalam hatinya perasaan bahwa Allooh tidak akan mengadzabnya, tetapi Allooh akan merahmatinya padahal dia mengetahui bahwa dirinya terus menerus melakukan dosa. Sedangkan al yaksu min rahmatillah menurut mereka artinya adalah apabila seseorang mengikat perasaan dalam hatinya bahwa
Allooh tidak mengampuni dan tidak merahmatinya.
Berbeda dengan Maturidiyah, mereka mengatakan bahwa al amnu min makrillah artinya apabila seseorang merasa aman dari adzab Allooh karena prasangkanya bahwa Allooh tidak mampu untuk menyiksanya dan tidak mampu melaksanakan ancamannya. Sedangkan al ya’su min rahmatillah menurut mereka adalah apabila seseorang berputus asa terhadap rahmat Allooh karena prasangkanya bahwa Allooh tidak mampu untuk merahmatinya.
Perbedaan antara kedua golongan ini apabila diperhatikan dengan seksama, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara keduanya adalah pada definisi tentang al amnu min makrillah dan al iyas min rahmatillah tidak pada substansinya. Artinya, apabila Asy’ariyah mendefinisikan keduanya seperti definisi Maturidiyah maka mereka akan berpendapat seperti pendapat Maturidiyah, bahwa hukumnya kufur. Sebaliknya, apabila Maturidiyah mendefinisikan kedua masalah tersebut dengan definisi Asy’ariyah tentu mereka akan berpendapat sama dengan Asy’ariyah bahwa hukumnya dosa besar dan bukan kufur.
COMMENTS